Where’s my life?
London, at 2 a.m
Salju masih saja turun, butiran-butiran halus itu bergulir menerpa jendela kamarku. Secangkir teh sejak tadi hanya kupegang saja, mungkin bibirku hanya mengusap pinggiran gelas itu, tanpa menghirupnya.
Aku masih berpikir, tentang cerita seorang nenek yang kutemui ditaman tadi siang. Ia bilang, aku adalah putri dongeng dari negri ulvinbosh yang tersesat di bumi 5 tahun yang lalu. Ah, benarkah? Mungkin ia hanya berdongeng. Tapi aku tidak mengingatnya sedikitpun. Aku memang tidak yakin dengan diriku, begitu saja aku mendapatkan seorang ibu, beasiswa di grotesque music university, dan aku rasa itu adalah kehidupan baru. Mungkin tadinya aku hilang ingatan, atau apalah namanya.
***
5 tahun yang lalu, ketika Robert membawa Clara ke bumi, aku pikir semua akan baik-baik saja. Namun ketika badai salju menerpa mereka berdua, Rania, penyihir jahat dari negri ulvinbosh, menyerang mereka. Robert meninggal, dan Clara dibuatnya hilang ingatan. Untung saja mercy mendapatkannya di tengah gurun salju dan membawa mercy pulang kerumahnya. Mungkin akulah ibu yang bodoh, kenapa tidak aku saja yang menyelamatkan clara? Kekuatan jahat masih disekeliling clara, Mom bless you J ....
***
Ibuku bernama mercy, dia memang ibu yang baik. Tapi entah mengapa, ia selalu menyuruhku menggunakan gelang ini, gelang yang menurutku aneh.
“ibu, apa kau adalah orang tua kandungku?” tanyaku ketika kulihat ia telah duduk disampingku sambil membawa secangkir teh juga.
“kenapa kau bertanya demikian?” ia balik bertanya.
“aku selalu merasa tidak yakin dengan kehidupanku” jawabku
“sebaiknya kau tidur, sudah dini hari, dan besok kau kuliah bukan?” katanya setelah menghempaskan nafas panjangnya.
Aku hanya diam, mendengar ketukan irama dari langkah-langkahnya meninggalkan kamarku.
Teh di dalam gelas yang kupegang sudah dingin, aku meneguknya, meneguk dinginnya teh dan udara seperti dinginnya hatiku kini.
Grotesque music university
Disinilah aku_Clara Sybil Verga_ mendapatkan beasiswa, aku tidak mempunyai banyak teman, aku rasa Cuma seorang. Kami sama-sama penghuni perpustakaan_Rania Marsden_dia juga mendapatkan beasiswa di universitas ini.
Ibuku, mercy, adalah penjaga perpustakaan disini, tapi sepertinya ia tidak menyukai pertemanan kami. Aku rasa Rania baik, rania adalah gadis pendiam, bahkan hampir setiap kami berjumpa di perpustakaan, atau di taman, ia hanya mengatakan sebuah kalimat saja, dan hanya itu,
“apakah kau tidak risih memakai gelang itu?” sambil melihat gelang yang diberikan ibuku.
“ehm, kurasa iya, tapi ibuku akan kecewa bila ia tau aku tidak memakai gelang ini.” Jawabku.
Dan ia akan diam saja. Matanya bergerak kekanan dan kekiri melirik setiap baris kalimat pada buku dibawah kacamat tebalnya.
Siang ini aku tidak menemukan rania di perpustakaan maupun di taman, kemana dia?
***
Aku selalu khawatir, aku selalu ingin bertemu anakku, clara. Aku tau akan ada saatnya, kelak.
Kulihat rania masih saja mengganggu clara, semoga tidak terjadi apa-apa.
***
Hari ini aku bertemu seseorang, ia, dengan sengaja atau tidak, memotretku berkali-kali di taman_aku rasa, aku jatuh cinta padanya_dia bilang namanya simon, jujur aku katakan, aku terbuka saat bicara padanya.
Tapi kulihat rania datang menghampiriku, aku tidak tahu apa salahku, ia menarik tanganku seperti kerasukan.
“apa maksudmu?” tanyaku, tapi dia hanya menggeretakkan giginya.
Gelangku, dimana gelangku? Bukankah simon tadi melihat gelangku? Lalu bagaimana? Aku rasa ibu akan marah.
Rania semakin erat menggenggam tanganku;
Rania terus membawaku menjauh, urat nadiku semakin tercekik genggamannya.
“oh, sakit rania, rania, apa salahku?” tanyaku kesakitan
“hahahaha, Clara Sybil Verga, tuan putri dari negri ulvinbosh, putri Raja Robert dan Ratu Gissella, kau sungguh malang. Sepertinya kau tidak mempunyai kesalahan..” jawabnya.
Kini kudengar ia tak lagi ramah, suaranya lebih serak seperti penyihir jahat di film-film.
“lalu mengapa kau menarikku seperti ini? Kau bukanlah temanku!!” teriakku lebih kasar.
“ya, aku memang bukanlah temanmu, aku membenci orang tuamu, terutama ibumu!!” ia menghempaskan tanganku, tulangku serasa remuk, kini aku dan dia sudah sangat jauh dari kota, di sebuah tebing.
Ia membelakangiku, aku semakin mengerti semua. Ia berkata lagi,
“ibumu telah merebut robert dariku !!kau tau? Harusnya akulah Ratu yang bertahta di negri ulvinbosh..” kulihat ia menangis, tapi aku tau, tak sepatutnya aku ber-iba padanya kini.
“kenapa kau membawaku kemari?” tanyaku kemudian.
“tentu saja untuk membunuhmu, membalas dendamku.. hahaha” teriaknya.
“Clara.. gelangmu,” tampak simon melempar gelangku, dan aku menangkapnya.
“simon...” kataku,
“simon, hahaha, apa dayamu hai penyihir kecil? Oh, ingin menyelamatkan sang tuan putri tercintamu ini?” tawa rania semakin menggelegar.
Penyihir? Simon mencintaiku? Kami baru saja bertemu.
Rania dan simon kini dalam pergulatan sihir, sampai pada akhirnya simon jatuh. Ketika rania akan menyerangnya lagi, aku melempar gelangku pada rania,seketika iapun hancur.
“pulanglah, ibumu merindukanmu, clara.” Kata simon.
“bagaimana caranya?” tanyaku.
Simon menyuruhku memejamkan mata, sekian lama, dan ia menyuruhku membuka mata lagi. Kubuka mataku, dan kulihat negri indah dalam pijakanku, seorang wanita cantik memelukku,
“ibu merindukanmu, clara” katanya
“kaukah Ratu Gissella?” tanyaku
“ya, aku ibumu.”
“tapi aku juga menyayangi ibuku, mercy,” tatapku penuh kesedihan,pasti ia sedang mencariku kini.
“oh, putriku, lupakah kau pada mercy? Ibu pengasuhmu semnjak kecil?” katanya lagi.
“ibu asuhmu disini..” tiba-tiba kudengar suara mercy, ibuku.
“oh, ibu..” kataku memeluknya
“ya, ibu mercy sering membacakan dongeng ketika kita berbaring-baring dibawah pohon apel ketika kita kecil.” Kata simon kemudian. Aku mencoba mengingat, dan kini aku ingat semua.
“Jadi, kaulah pangeramku, simon?” tanyaku.
“ya...” jawabnya tersenyum tersipu.
***
Mentari pagi menyilaukan rambutku, Where’s my life? Disinilah, di negri ulvinbosh, bersama dua orang ibu yang baik, seorang pangeran yang kusayangi, dan rakyat yang kucintai.
-- Tamat –
Cerita ini oleh : Irma Ningsih
Tidak diperkenankan memplagiat atau memperbanyak tanpa izin Irma Ningsih. J