Sumber: Detik |
Pesawat yang membawa 189 orang itu adalah pesawat baru jenis Boeing 737 MAX 8 dengan nomor registrasi PK-LQP dinyatakan laik terbang dan telah beroperasi sejak 15 Agustus 2018 dan dipiloti oleh Captain Bhavye Suneja.
Pesawat Lion Air JT 610 ini mengalami hilang kontak sebelum mencapai ketinggian 2.500 kaki. Jarak lokasi jatuhnya pesawat juga tak terlalu jauh dari Jakarta. Hal ini disampaikan oleh Kabasarnas Muhammad Syaugi dalam konferensi pers di kantornya pada hari Senin (29/10/2018).
Sebelum hilang kontak dan jatuh, ternyata pilot sempat meminta kembali ke Bandara Soekarno-Hatta.
Pilot sempat menghubungi Jakarta Control dan menyampaikan permasalahan flight control pada pukul 06.22 WIB saat terbang di ketinggian 1.700 feet dan meminta naik ke ketinggian 5.000 feet. Hal tersebutpun diizinkan oleh Jakarta Control, jalan kembalipun sempat dibuka oleh AirNav Indonesia untuk pesawat JT 610 tersebuk kembali ke bandara. Tetapi pesawat itu tidak bisa dikontak lagi setelah 13 menit terbang pada pukul 06.33 WIB.
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono mengatakan pesawat membawa 189 orang. 178 dewasa, 1 anak-anak, 2 bayi, 2 pilot, dan 6 awak kabin.
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari situs flightradar24.com, pesawat ini bertolak pada pukul 22.21 Wita, padahal dijadwalkan take off pukul 19.30 Wita. Pesawat itu mendarat di Jakarta pada pukul 22.56 WIB.
Kabasarnas Marsdya M Syaugi menyampaikan bahwa sinyal dari emergency local transmitter (ELT) pesawat Lion Air JT 610 saat jatuh juga tak terdeteksi sehingga jatuhnya pesawat tersebut tidak terpantau oleh Medium Earth Orbital Local User Terminal (MEO LUT) yang ada di kantor pusat Basarnas. ELT merupakan bagian standar dari peralatan darurat pada pesawat. ELT dipasang di dalam kokpit atau bagian ekor pesawat. Alat tersebut memancarkan sinyal radio yang berfungsi untuk mendeteksi lokasi pesawat.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menilai tak ada kelalaian yang dilakukan lembaga pelayanan navigasi penerbangan, AirNav Indonesia dan menyerahkan penyelidikan kepada Komite Nasional Transportasi (KNKT). (Sumber:news.detik.com)
Yerri Bonyu Canno
Universitas Amikom Yogyakarta
0 komentar: